April 2017

Jumat, 28 April 2017

Media Komersial vs Media Komunitas








Informasi merupakan salah satu kebutuhan manusia dalam kehidupannya. Kebutuhan akan informasi kini semakin mudah terpenuhi dengan adanya media-media penyalur informasi yang semakin berkembang dan bergabung karena perkembangan teknologi. Media-media ini kemudian dikelompokkan menjadi dua, yakni media komersial dan media komunitas. Komersial diartikan sebagai sesuatu yang berhubungan dengan niaga atau perdagangan (profit oriented). Sehingga media komersial dapat diartikan sebagai media yang secara langsung ada/muncul di masyarakat dengan tujuan mencari keuntungan (KBBI, 2017). Sedangkan media non komersial atau dalam hal ini media komunitas memiliki arti yang bertolakbalakang dengan media komersial yakni tidak mementingkan aspek untung dalam kemunculannya di masyarakat.
Kegunaan dan fungsi media komunitas kurang lebih memiliki kesamaan dengan fungsi media massa konvensional yang selama ini dikenal, yaitu untuk informasi, edukasi, pengarah, kontrol sosial, dan hiburan. Namun, media komunitas memiliki kegunaan yang khas sesuai dengan karakteristik yang dimilikinya. Bila dilihat dari sudut pandang kepentingan nasional, media komunitas tidak merugikan media swasta yang ada saat ini. Terlebih lagi karena terbatasnya jangkauan wilayahnya yang dimiliki media komunitas tidak akan memberikan dampak yang siqnifikan bagi media komersial (Hermawan, 2008).
Namun, terbatasnya jangkauan media komunitas ini justru diharapkan dapat memberikan layanan yang lebih spesifik dan membuka partisipasi penuh kepada para komunitas karena media ini merupakan refleksi dari apa yang hanya menjadi kebutuhan komunitasnya. Ini berbeda dengan media swasta komersial yang selalu menggunakan logika besaran jumlah penduduk dan potensi ekonomi untuk membuka jaringannya. Akibatnya, daerah-daerah yang miskin dan secara ekonomi tidak menguntungkan tidak akan dilayanani media swasta (Hermawan, 2008).

Contoh Media Komersial vs Media Komunitas (majalah)

Untuk penjelasan mengenai majalah komersial bisa baca di sini
Majalah komunitas yang sering dijumpai yakni majalah yang berlingkup sekolah atau universitas. Contoh majalah komunitas yakni majalah kampus dari UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa) Pers yang berisi informasi beragam tetapi juga sekilas pasti ada membahas mengenai berita seputar kampus dan sifat majalah itu tidak diperjualbelikan.
 Majalah komunitas termasuk pada media no komersial dimana lebih mengedepankan pengetahuan dan sebagai media promosi komunitasnya tersebut. Namun, majalah komunitas tidak dapat dikatakan menyaingi majalah komersial karena lingkup pembaca majalah komunitas lebih sempit dan hanya pada komunitas tersebut saja. Meski begitu isi konten majalah komunitas juga tidak kalah dari majalah komersial pada umumnya. Hal ini menunjukan bahwa media komunitas dan media komersial memiliki keunggulan dan kelemahannya masing-masing dalam berdinamika menyebarkan informasi (Liliweri, 2011).


Daftar Pustaka 
KBBI. (2017). Komersial. Diperolah dari http://kbbi.web.id/komersial 
Alo, Liliweri. (2011). Komunikasi Serba Ada Serba Makna. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Kertajaya, Hermawan .(2008). Arti komunitas. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Selasa, 18 April 2017

Jenis Film




Ceritera Pendek
Jenis film ini disebut dengan certitera pendek karena biasanya memiliki durasi tayang kurang dari 60 menit. Di beberapa Negara (Jerman, Australia, Kanada dan AS) jenis film ini dijadikan laboratorium eksperimen dan batu loncatan bagi seseorang yang mau membuat film ceritera panjang. Tetapi sekarang ini banyak yang memang secara khusus membuat film ceritera pendek.

Ceritera Panjang
Biasanya film ceritera panjang ini memiliki durasi tayang antara 90-100 menit dan dulu biasanya hanya diputar di bioskop. Namun sekarang juga selain ditayangkan di bioskop tetapi juga diedarkan dalam bentuk disk (VCD/DVD).

Program Televisi
Jenis film ini merupakan film yang diproduksi untuk dinikmati oleh pemirsa televisi. Di jenis ini film dibagi menjadi dua kelompok yaitu ceritera dan non ceritera serta fiksi dan non fiksi.

Video Klip
Jenis ini merupakan sarana bagi produser musik untuk memasarkan karyanya lewat media televisi. Dengan adanya perkembangan maka sekarang video klip diproduksi  secara baik seperti produksi film dengan model video klip menjadi aktris/actor film yang memerankan karakter sesuai isi lagu.


Review materi Presentasi kelompok Film
http://masscommfour.blogspot.co.id/ 

Kamis, 13 April 2017

Peran Film Dalam Ilmu Komunikasi


Menurut Dedy Mulyana (2004)
Pada hakekatnya film merupakan sebuah pesan yang disampaikan oleh komunikator kepada komunikan. Sedangkan makna tidak terdapat pada pesan melainkan hasil pembacaan atau pemahaman oleh penerima pesan. Dengan demikian, efektifitas film sebagai bentuk komunikasi dapat diukur dengan berbagai cara yang berbeda-beda tergantung pada apa tujuan dari proses komunikasi itu sendiri. Termasuk bagaimana tanda itu dipersepsi oleh penerima atau interpreter sehingga terjadi komunikasi yang efektif.

Denis McQuail (1987) dalam Teori Komunikasi Massa
Fungsi dan peran film dalam masyarakat pada konteks komunikasi ada empat.  Pertama, film sebagai sumber pengetahuan yang menyediakan informasi tentang peristiwa dan kondisi masyarakat dari berbagai elahan dunia. Kedua, film sebagai sarana sosialisasi dan pewarisan, nilai, norma, dan kebudayaan. Artinya selain hiburan, secara laten film juga berpotensi menularkan nilai-nilai tertentu pada penontonnya.

Nilai-nilai
Film sering kali berperan sebagai wahana pengembangan bentuk seni dan symbol, melainkan juga dalam pengertian pengemasan tata cara, mode, gaya hidup dan norma-norma. Dan yang keempat, film sebagai sarana hiburan dan pemenuhan kebutuhan estetika masyarakat. Pendek kata, menurut UUD perfilman, film mempunyai enam fungsi atau peran:
1. Fungsi Budaya
2. Pendidikan
3. Hiburan
4. Informasi


Review materi Presentasi kelompok Film
http://masscommfour.blogspot.co.id/  

Selasa, 04 April 2017

Sejarah Film


Peristiwa di Grand Café Boulevard de Capucines, Paris, Perancis, merupakan pristiwa yang menandai lahirnya film pertama di dunia, hal itu ditandai dengan dipertontonkannya film berbayar pertama kali untuk khalayak umum, dan hal itu terjadi pada tanggal 28 Desember 1895.

Sedangkan di Indonesia, film pertama kali mucul di Betawi yang kini dikenal sebagai kota Jakarta, dan di kota inilah istilah film pertama kali disebut dengan Gambar Idoep. Gambar Idoep ini dipertontonkan pada warga pada tanggal 5 Desember 1990 dan berlangsung di Tanah Abang, kebonjae. Dan film yang pertamakali diputar adalah sebuah film documenter tentang peristiwa yang terjadi di Eropa dan Afrika Selatan, termasuk documenter politik yang berisi gambar Sri Baginda Maha Ratu Belanda bersama Yang Mulia Hertog Hendrig memasuki kota Den Haag.

Beberapa bioskop yang terkenal saat itu antara lain adalah bioskop Rialto di Tanah Abang (kini bioskop Surya) dan di Senen (kini menjadi gedung Wayang Orang Baratha) dan satu lagi bisokop Orion di Glodok. Saat itu bioskop dibedakan berdasarkan ras. Bioskop untuk orang-orang Eropa hanya memutar film dari kalangan mereka. Sedangkan bisokop untuk pribumi dan Tionghoa, memutar film import dan film produksi lokal. Yang unik adalah sebutan untuk bioskop pribumi, yaitu bisokop kelas kambing karena penonton sangat berisik seperti kambing, yang menyebabkan penonton sangat berisik adalah dikarenakan film yang di produksi pada masa itu tidak bersuara dan disebut sebagai film bisu, dan film bicara muncul dan diputar pertama kali di Indonesia pada akhir tahun 1929 dengan judul Fox Follie dan Rainbouw Man. Film produk lokal yang diputar pertama kali di bioskop pribumi berjudul Loetoeng Kasaroeng pada tanggal 31 Desember 1926 dan diputar selama satu minggu hingga tanggal 6 januari 1927.

Pada tahun 1931. Pembuat film lokal mulai mencoba memproduksi film bicara. Percobaan pertama antara lain dilakukan oleh The Teng Chun yang menggarap film perdananya bertajuk Bunga Roos dari Tjikembang. Hingga diatas tahun 1934, munculah nama Albert Balink yang tercatat sebagai orang pertama yang memproduksi film lokal yang sangat laris, dengan judul Terang Boelan.

Pada tahun 80'an, produksi film mulai meningkat dari tahun – tahun sebelumnya menjadi 721 judul film. Begitu juga dengan jumlah aktor dan akris yang juga meningkat pesat. Tema-tema komedi, seks, seks horor dan musik mendominasi produksi film di tahun-tahun 80'an. Sejumlah filmpun sukses besar dalam meraih penonton, Film Catatan Si Boy dan Lupus bahkan dibuat beberapa kali karena sukses meraih untung dari jumlah penonton yang mencapai rekor tersendiri

Dan kini, film Indonesia telah mulai berderak kembali. Beberapa film bahkan booming dengan jumlah penonton yang sangat banyak. Seperti Ada apa dengan Cinta 2, yang membangkitkan kembali industri film Indonesia. Beberapa film lain yang laris manis dan menggiring penonton ke bioskop seperti Hangout yang diproduseri oleh Raditya Dika, Stip dan Pensil, maupun Cek Toko Sebelah yang diproduseri oleh Ernest Prakasa.

Dengan banyaknya variasi dalam berbagai genre film , itu memberikan kesempatan media film menjadi sarana pembelajaran dan motivator bagi masyarakat.



Review materi Presentasi kelompok Film
http://masscommfour.blogspot.co.id/